SEMARANG, beritajateng.tv – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK menerima 15 aduan dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) di sepanjang tahun 2023 ini. Dari sekian kasus yang akhirnya LBH APIK dampingi, mayoritas terdiri dari kekerasan secara fisik oleh majikan di lingkup rumah hingga penahanan upah kerja.
“Selain mengalami kekerasan fisik mereka juga alami kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan kalau ekonomi rata-rata kasus itu karena tidak terbayarkan upahnya sampai sekarang oleh pemberi pekerja,” ungkap Direktur LBH APIK, Raden Rara Ayu Hermawati saat beritajateng.tv temui, beberapa waktu yang lalu.
Ayu sapaan akrabnya menjelaskan, PRT hingga saat ini belum terjamin hak-haknya oleh negara. Bahkan, kata Ayu, pihak Ombudsman Jateng sebelumnya juga tidak menganggap PRT sebagai suatu profesi pekerjaan. Dengan adanya pernyataan itu, ia mengatakan, negara Indonesia seperti melegalkan perbudakan di era modernisasi tahun 2023.
Lebih jelas, Ayu mengungkapkan jika LBH APIK akhirnya menggunakan UU PKDRT No 3 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Pada Rumah Tangga untuk menggugat majikan yang melakukan kekerasan fisik pada PRT. Meski begitu, ia menyebut jika bantuan hukum tidak dapat di berikan secara maksimal lantaran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) belum sah secara hukum.
BACA JUGA: Hampir 20 Tahun Jalan di Tempat, Serikat Pekerja Rumah Tangga Desak RUU PRT Segera Disahkan
“Ketika kami mintakan proses hukum pun tidak ada aturan hukum yang mengatur itu. Maka hak-hak tersebut tidak bisa dimintakan kepada negara,” tambahnya.
Terkait besaran nominal upah, Ayu mengatakan jika sampai saat ini, pemberian upah PRT masih minim bahkan kesejahteraan PRT belum dapat tercapai. Ia pun meminta pemerintah dapat menganggap PRT sebagai pekerja formal lainnya sehingga PRT dapat mendapat upah sesuai UMK.