“Sementara untuk jam kerja disesuaikan juga dengan perjanjian dan dimaksimalkan 8 jam. Rata-rata kasus kekerasan di rumah tangga itu adalah tulang punggung keluarga. Jadi mereka mau tidak mau tetap bekerja meski mengalami kekerasan,”
Hukuman kepada pelaku sering kali tidak sebanding
Lebih lanjut, Ayu mengungkapkan jika keputusan dari Pengadilan Negeri (PN) terhadap pelaku kekerasan biasanya hanya memberikan hukuman penjara selama 8 sampai 10 tahun. Hal tersebut, kata Ayu, tentu tidak sebanding dengan luka fisik yang korban terima. Bahkan yang paling parah, menyebabkan kondisi lumpuh seumur hidup.
“Jadi itu penting sekali menghilangkan keraguan terhadap diri korban dan ada lembaga yang memang bisa membantu korban. Selama ini PRT itu takut melaporkan dan mereka menganggap hal itu percuma untuk mereka lakukan. Alasannya karena tidak ada dasar hukumnya (UU PPRT),” ujarnya.
Ia pun mengimbau kepada seluruh PRT untuk dapat sesegera mungkin untuk mengumpulkan barang bukti hingga melakukan pelaporan kepada pihak terkait jika mengalami kekerasan.
BACA JUGA: DP3A Kota Semarang Gelar Diskusi Penanganan Kekerasan Berbasis Gender di Media Sosial
“Kami sangat mendorong negara Indonesia segera mengesahkan RUU PRT karena itu sangat membantu. Selain PRT dan pemberi kerja, jelas membantu pendamping untuk memberikan layanan hukum,” tuntut Ayu kepada pemerintah.(*)
Editor: Farah Nazila