Kala itu, lanjut Mbak Ita, Ketum PDIP memintanya untuk tetap maju, namun dengan sadar diri ia tidak mau maju menjadi Walikota.
“Ironisnya, yang membuat saya jadi tersangka dan sekarang duduk menjadi terdakwa adalah hal-hal yang tidak saya tahu sebelumnya,” Lanjut dia.
Ia mengaku tidak mengetahui adanya proyek Penunjukan Langsung (PL) kecamatan yang justru kini menyeret namanya dalam pusara korupsi.
“Saat pengerjaan sampai selesai saya tidak tahu proses. Yang mengerjakan siapapun saya tidak tau. Karena saya sebagai walikota terlalu jauh struktur organisasinya dan juga camat sebagai pengguna anggaran,” imbuh dia.
BACA JUGA: Tangis Mbak Ita Pecah di Persidangan, Akui Terima Uang Bapenda Tapi Tak Tahu Soal PL dan Mebeler
Apalagi, kata dia, saat itu dia tidak mempunyai wakil walikota sehingga banyak pekerjaan yang terhambat dan banyak tugas-tugas yang harus ia selesaikan.
“Pada saat setiap kali saya melakukan rapat, saya selalu minta untuk kecamatan melakukan kegiatan sesuai aturan. Terbukti, ada panggilan BPK untuk menyelesaikan kelebihan-kelebihan pembayaran untuk pengembalian ke kas daerah sebanyak Rp13 miliar,” tuturnya.
Mbak Ita mengklaim, saat kepemimpinannya temuan BPK bisa di kembalikan 100 persen ke kas daerah. “Sesuai SOP LHP BPK saya membuat rencana aksi menyerahkan semua Rp 30 miliar temuan dari BPK ke kas daerah. Ini baru pertama kali di dalam sejarah Pemerintah Kota Semarang 100 persen pengembalian dari temuan BPK,” tutupnya. (*)
Editor: Farah Nazila