“Karena Pj Gubernur hanya mengikuti ketentuan PP 51/2023, padahal sebetulnya masih ada peluang, Gubernur dapat melakukan perubahan dan itu sebetulnya sah-sah saja ketika keberpihakannya (kepada buruh) ada,” terang Ramidi.
Penetapan UMK 2024 dari rekomendasi Bupati dan Walikota Jateng
Pihaknya turut mempersalahkan UMP Jateng yang tergolong rendah di tingkat nasional. Terlebih, Ramidi mengaku unsur buruh yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Provinsi masukannya tak menjadi bahan pertimbangan.
“Tahun 2023 kemarin tidak mencapai 2 juta, nilainya hanya 1,9 jt sekian. Itu (nilai UMP Jateng) bahkan di bawah NTT dan provinsi lainnya. Padahal PDB Jateng tidak rendah, masih cukup tinggi. Buruh Jawa Tengah ini disuruh hidup di bawah inflasi apalagi pertumbuhan ekonomi. Logikanya tidak masuk,” terangnya.
Ia pun membenarkan bahwa pihaknya mengajukan tuntutan ke PTUN lantaran merasa ada proses yang janggal selama penetapan UMP berlangsung. Jika tak ada tindak lanjut dari Pj Gubernur, maka ia bersama dengan ribuan buruh lainnya mengancam akan melakukan mogok kerja.
Beberapa jam setelah aksi berlangsung, Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah pun mempersilahkan perwakilan serikat pekerja untuk berdiskusi. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Jateng, Ema Rachmawati didampingi Kepala Biro Hukum Setda Jateng, Iwanuddin Iskandar tampak berbincang dengan buruh yang hadir.
BACA JUGA: UMP Jateng Naik 4,02 Persen, Pengamat Ekonomi: Belum Mampu Optimalkan Daya Beli Masyarakat
“Kami telah menyampaikan kepada buruh bahwasanya Pj Gubernur telah menetapkan UMK atas rekomendasi Bupati dan Walikota se-Jateng,” ujar Iwanuddin kepada awak media.(*)
Editor: Farah Nazila