Orang tua yang hadir menganggap pengurangan nilai secara manual itu tak sesuai dengan sistem dalam petunjuk teknis (juknis).
“Anak-anak itu, secara sistem kan namanya masih muncul di sistem atau jurnal. Cuma ketika dikurangi, kan menggunakan cara-cara di luar sistem atau offline, apakah itu dibenarkan secara juknis?” teriak salah satu orang tua.
Dalam benak para orang tua, jika bisa mengurangi poin secara manual, seharusnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah juga bisa mengubah poin sesuai kemauan orang tua. Caranya, dengan mengganti piagam palsu.
“Karena itu benar-benar melanggar juknis. Kalau itu secara manual di luar juknis, seharusnya keinginan kita untuk nambah nilai atau menambah peringkat secara manual itu bisa dijalankan,” sambungnya.
Alasan mereka kukuh dinas terkait bisa mengubah putusan tak lain ialah tak setiap dari mereka mampu membayar sekolah swasta.
“Perlu kita luruskan, kita tidak menolak kebijakan Pak Gubernur, kita hormati. Kita mohon, untuk dipertimbangkan karena terus terang kita tidak bisa menempuh dengan cara apa,” ujarnya.
Sambil membawa piagam pengganti, orang tua kukuh agar anaknya bisa tetap masuk dalam jurnal PPDB, tanpa harus terlempar, tanpa harus mencari sekolah swasta.
Akui dapat arahan agar tidak ganti pilihan sekolah
Dalam momen tersebut, salah satu orang tua yang juga enggan menyebutkan namanya mengaku bahwa mereka pernah mengunjungi rumah dinas Pj Gubernur Jawa Tengah.
Ia mengaku, Wakil Sekretaris PPDB Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Sunarto, mengarahkan mereka untuk tidak mengganti sekolah.
“Kita sudah mindah anak-anak kita, dari SMA 3 kita pindah ke SMA 5. Ibu-ibu lain juga begitu, tapi apa jawaban Pak Narto? ‘Sudah kembali lagi ke pilihan semula.’ Kita percaya, kita disuruh pindah lagi ke pilihan semula karena sudah sistem, tetapi kenapa hasilnya begini?” akunya.
Aksi protes malam itu berakhir dengan tangisan para orang tua dan calon siswa. Pantauan beritajateng.tv, mereka meninggalkan lokasi pukul 22.15 WIB. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi