SEMARANG, beritajateng.tv – Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Nugroho Sumarjiyanto Benedictus, menilai bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa pekan terakhir terjadi karena kombinasi faktor eksternal dan internal.
Ia menegaskan, pemerintah perlu menyikapi situasi ini dengan serius. Juga dengan pendekatan kebijakan yang hati-hati serta komunikasi publik yang lebih baik.
Nugroho memaparkan, dari sisi eksternal, penguatan dolar AS banyak terpengaruhi oleh sikap proteksionis Negeri Paman Sam yang kembali muncul. Kebijakan tarif tinggi terhadap produk impor, termasuk dari Indonesia, telah meningkatkan ketegangan perdagangan global dan memperkuat posisi dolar.
“Faktor eksternal di sebabkan oleh kebijakan Trump yang sudah mulai di realisasikan antara lain dengan penerapan bea impor atau tarif resiprokal terhadap beberapa negara termasuk Indonesia dengan besaran yang sangat tinggi yaitu 32 persen. Persepsi pelaku pasar, AS makin protektif yang menyebabkan dolar AS makin menguat,” jelas Nugroho saat beritajateng.tv hubungi, Selasa, 8 April 2025.
BACA JUGA: Pengusaha Jateng Terpukul Tarif Trump, Pemerintah Diminta Segera Diplomasi Dagang
Tak hanya itu, lanjut Nugroho, pernyataan Federal Reserve (The Fed) yang menyebut belum ada rencana untuk menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat juga semakin memperkuat nilai dolar.
“Faktor eksternal lain adalah pernyataan The Fed. Bahwa mereka akan menahan suku bunga acuannya dan belum ada rencana untuk menurunkannya dalam waktu dekat,” katanya.
LPG, MBG, dan komunikasi pemerintah jadi faktor internal
Sementara itu, dari sisi internal atau dalam negeri, Nugroho menyoroti beberapa kebijakan ekonomi pemerintah. Kebijakan tersebut ia nilai tidak konsisten dan cenderung menimbulkan ketidakpastian. Dua di antaranya adalah pendistribusi LPG 3 kg yang sempat di batalkan. Selanjutnya adalah program makan bergizi gratis (MBG) yang di gulirkan tanpa perencanaan anggaran yang matang.