Berhasil mendampingi 51 ribu ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun, Umi membeberkan progres dari program usungannya.
Meskipun tak banyak, lanjut Umi, ada 5 (lima) persen ibu hamil dan pengasuh baduta yang merubah perilakunya.
“Ada progres, banyak yang diintervensi. Sekitar 5 persen yang perilakunya berubah. Hampir di semua kabupaten itu di rumahnya sudah ada tanaman yang bisa dikonsumsi, kemudian memelihara ikan, ayam ditelorkan, semua untuk MPASI anak,” akunya.
Wonosobo jadi kabupaten dengan prevalensi stunting tertinggi
Dijumpai dalam kesempatan yang sama, Koordinator Program Manajer Satgas Stunting BKKBN Jawa Tengah, Edi Subagiyo menyebut Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) terus berupaya melakukan intervensi untuk mencapai target.
“Dari tahun 2022 sampai 2023 ada penurunan (stunting) 0,1 persen. Jadi ini terus di TPPS kami melakukan upaya di TPPS terus melakukan upaya dan intervensi dengan seluruh pemerintah kabupaten/kota,” ungkapnya.
BACA JUGA: Mbak Ita Ungkap Peran Megawati Atas Penghargaan Penanganan Stunting dari PBB
Kabupaten Wonosobo menjadi daerah dengan prevalensi stuntingnya paling tinggi, yakni di angka 29 persen. Sedangkan Kabupaten Demak paling rendah yakni 9,5 persen. Karena itu pola asuh yang menjadi salah satu faktor penyebab anak mengalami stunting perlu terubah.
“Selain pola asuh juga kondisi rumah lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan pada anak. Jadi ini yang perlu kita sampaikan pada masyarakat. Terutama memberikan edukasi komitmen untuk asupan gizi sangat penting bagi balita maupun baduta,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila