“Kenapa di Kanada tidak sehancur di Amerika permainan money politic-nya misalnya? Karena ada regulasi, misalnya spending terbesar itu untuk Pilpres segini dan kecil segini. Di Amerika tidak ada batasnya. Ya kan? Ini kan auditnya harus ada,” sambungnya.
Tak seharusnya politisi beriklan di medsos
Lebih lanjut, Merlyna yang juga menulis buku Social Media and Politics in Southeast Asia itu turut menyoroti politik algoritma media sosial yang mampu memanipulasi warga Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia.
Oleh karenanya, ia menilai penting untuk meluncurkan regulasi terkait iklan politik di media sosial. Bahkan, dalam hematnya, tak seharusnya politisi beriklan di media sosial untuk kepentingan politis semata.
“Yang kedua, harus ada regulasi dari sisi ini. Iklan politik itu harusnya beda sama iklan tempe penyet, gitu kan? Kalau jualan ya tidak apa-apa,” tuturnya.
“Tapi kalau politik kan seharusnya tidak beriklan ya. Karena kalau politik boleh beriklan, akhirnya hanya uang yang driving itu,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi