“Dan dalam kasus ini muncul nama bapak Dwi, yang akan mengontrak lahan tersebut, dititik yang sama. Dan terjadilah kesepakatan kontrak invoice ats nama bapak Dwi. Dan bapak Dwi juga dengan berbesar hati sanggup membayar backlock yang terjadi di kami, ada 5 tahun yang tidak dibayarkan pengontrak pertama yaitu atas nama bapak Didik dibayar oleh bapak Dwi,” tuturnya.
Menurutnya, Dwi lah yang sekarang berhak atas aset PT KAI tersebut, untuk dikelolanya. Untuk luas lahanya sendiri ada dua petak. Satu petaknya 60 m2 jumlah totalnya ada 120 m2. Namun di berita tersebut begitu lebar.
Untuk nilai kontraknya sendiri pertahun sekitar satujuta seratus tiga belas ribu rupiah. Itupun bukan atas nama Muhartini tapi atas nama anaknya yaitu Didik.
Dan selama lima tahun dari 2013 sampai sekarang sebelum dikontrak atas nama Dwi, itu lahan tersebut masih dikelola pengontrak pertama atas nama Didik tersebut. Dan PT KAI tidak pernah menikmati hasilnya dari kontrak tersebut berupa pembayaran invoice aset yang telah di kontrak.
“Itupun hanya kami hitung lima tahun sesuai invoice kontak aset atas nama pak Didik. Dan invoice lima tahun yang backlock itu, sekarang ditanggung pak Dwi secara ikhlas sebagai pengontrak baru,” tutup Kribiyantoro. (Her/El)