“Kalau soal sikap pemkot, sikap apa yang bisa kami putuskan. Itu (pasar MAJT) kan asetnya MAJT, mau diperuntukkan untuk apa kan haknya mereka (MAJT). Cuma memang kalaupun itu mau disebut pasar, ijin oprasionalnya saja belum ada,” ujar sekda mengenai status pasar di MAJT.
Sementara itu, Kasatpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto yang mendampingi sekda menegaskan bahwa berdasarkan kesepakatan dengan Nadir Wakaf MAJT, para pedagang masih dipersilahkan berdagang di sana sesuai dengan kesepakatan yang dibuat Pemkot dan MAJT.
“Kami sudah berdiskusi dengan nadir wakaf bahwa silahkan bagi para pedagang yang mau berjualan di sana. Tapi kami ingatkan, di MAJT itu bukan aset Pemkot. Kalaupun mau berjualan harus satu kaki, jangan dua kaki,” tegasnya.
Salah seorang perwakilan pedagang, Narti, yang berdialog dengan Sekda menjelaskan permasalahan kenapa mereka harus memiliki dua tempat. Karena mereka membutuhkan tempat yang luas untuk menyimpan barang. Sedangkan lapak di pasar Johar hanya 1,5 meter yang tidak bisa ditempati stok barang.
“Jadi misalnya kalau kita cuma dagang di Pasar Johar saja ya tidak bisa buat menampung barang karena ukuran lapak cuma 1,5 meter. Sedangkan dagangan saya itu ada 10 macem, satu macem saja misalnya bawang bombay itu satu truk atau 8 ton. Belum bawang merah dan bawang putih yang tiap hari harus nyetok 1 ton terus ada kemiri 5 kintal perhari. Mau ditaruh di mana coba kalau lapaknya cuma 1,5 meter,” bebernya.
“Jadi saya minta tetep diizinkan punya lapak di MAJT supaya bisa nyimpan barang. Di sana tempatnya luas dan truk gampang masuknya,” tutupnya. (Ak/El)