“Bisa bayangkan jika tenaga kesehatan diganggu saat bertugas. Itu sangat berbahaya, baik bagi dokter sendiri maupun pasien. Profesi dokter membutuhkan ketenangan, konsentrasi, dan pengambilan keputusan yang tepat. Kalau terganggu, risikonya bisa fatal,” tegas Wahyu.
Tim kuasa hukum juga menekankan bahwa persoalan ini tidak hanya soal individu, tetapi juga soal martabat profesi tenaga kesehatan yang harus dijaga.
“Kasus ini harus menjadi perhatian agar kejadian serupa tidak terulang. Dokter berhak bekerja dengan aman dan dihormati profesinya,” lanjutnya.
Penyelesaian kasus harus profesional dan sesuai etika hukum
Menanggapi isu bahwa kasus ini terkait dengan latar belakang terduga pelaku yang berafiliasi dengan yayasan, Wahyu menegaskan tim kuasa hukum tetap bekerja profesional.
“Kami tidak masuk ke ranah itu. Fokus kami adalah membela hak klien sesuai prosedur hukum yang berlaku. Kami bekerja profesional dan tetap berpegang pada etika advokat,” tandasnya.
Tim hukum berharap kasus ini segera mendapat kejelasan hukum dan memberikan efek jera terhadap tindakan yang menurut dugaan mengganggu dan melecehkan profesi dokter.
BACA JUGA: Dokter Astra, Korban Penganiayaan Dosen Unissula Ajukan Cuti Sebulan
“Harapan kami sederhana, kasus ini segera naik ke tahap penyidikan, proses secara adil, dan menjadi pelajaran penting bahwa profesi tenaga kesehatan harus terlindungi oleh hukum,” pungkas Wahyu.
Sementara itu, pihak Unissula telah resmi menjatuhkan sanksi tegas kepada salah satu dosennya, Muhammad Dias Saktiawan, yang dugaannya terlibat dalam peristiwa dugaan kekerasan verbal terhadap tenaga medis di Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung pada 5 September 2025 lalu.
Berdasarkan rekomendasi Dewan Etik, Rektor Unissula Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., M.H., kemudian mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor: 8944/G.1/SA/IX/2025 pada Kamis 18 September 2025 yang menjatuhkan sanksi berupa pembebasan tugas akademik selama 6 bulan kepada Muhammad Dias Saktiawan. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi