Selama pendampingan, penyidik tidak menyinggung femisida secara menyeluruh dalam proses hukum. Artinya, penyidik hanya melihat kasus tersebut sebagai tindak pidana umum.
“Saat penyidik hanya melihat itu sebagai pembunuhan atau tindak pidana biasa, ada hak-hak perempuan yang hilang,” tuturnya.
BACA JUGA: LBH APIK Semarang Catat 102 Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak Selama 2024, KDRT Tertinggi
Selain itu, Ayu juga menyebut faktor belum meluasnya pengetahuan femisida lantaran belum masuknya frasa femisida dalam peraturan perundang-undangan. Baik itu KUHP, UU Perlindungan Anak, hingga UU TPKS.
Oleh karena itu, penyidik juga belum bisa menghadirkan perspektif perempuan dalam menangani kasus-kasus femisida.
“Kami sebenarnya enggak apa-apa pakai pasal penganiayaan berat, tapi ada hak-hak korban lain yang perlu negara lindungi,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi
Respon (1)