Hal itu, kata Tri, menandakan bahwa popularitas permainan tradisional di kalangan siswa SMP dengan usia belasan mulai kalah dengan perkembangan teknologi.
“Mungkin perlu ditambah agar bisa dikenal oleh anak-anak, karena anak-anak sekarang eranya main game, sedangkan yang seperti permainan tradisional ini kurang familiar,” sambungnya.
Guru olahraga di Semarang ini jelaskan manfaat permainan tradisional bagi remaja
Selaku guru olahraga, Tri mengaku turut mengemban tugas lain, yakni menyosialisasikan kepada anak-anak supaya lebih mengenal permainan tradisonal.
Sebab menurutnya, permainan tradisional merupakan budaya bangsa Indonesia yang memiliki banyak nilai positif. Oleh karenanya, permainan tradisional juga kerap ia ajarkan pada saat jam pelajaran.
“Mulai dari pembinaan mental, kerja sama, gotong royongnya, nilai-nilai yang terkandung sangat banyak sekali,” tandasnya.
BACA JUGA: Ajak Anak Autis Bermain Permainan Tradisional, Begini Cara Pusat Layanan Anak Terapkan Play Therapy
Sementara itu, Elisabeth Citra, salah satu siswa SMPN 17 Semarang, mengaku hobi bermain game online Free Fire (FF). Meski begitu, siswi berusia 14 tahun itu tetap berusaha menyeimbangkan waktu dengan bermain permainan tradisional.
Ia sering bermain gobak sodor, egrang, hingga gangsing. Hari ini, ia mengikuti lomba gangsing dan berhasil menyabet juara pertama.
“Enggak bisa milih antara FF atau permainan tradisional. Kalau permainan tradisional bikin capek tapi banyak senengnya, terus bikin lupa sama HP juga,” katanya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi