“Orang menikah harus punya bekal. Jika orang dulu punya filosofi anak saya cepat menikah akan mengurangi beban. Sekarang filosofi itu dibalik, kalau menantunya belum siap menikah, nanti malah akan menambah beban mertua,” beber Sumari.
Kemenag sosialisasi hindari pernikahan dini
Lebih jauh, Sumari menganggap jika anak muda saat ini menganggap pernikahan sebagai suatu hal yang sakral. Sehingga, mereka akan mempersiapkan pernikahan dengan lebih matang lagi.
Sebelum melangsungkan pernikahan, anak muda cenderung mempertimbangkan banyak hal. Mulai dari finansial, fisik, medis, hingga mental.
“Kami sering sosialisasi agar masyarakat menghindari pernikahan dini. Ketidaksiapan mental hingga medis, ujung-ujungnya banyak angka stunting karena belum tercukupinya gizi yang maksimal,” ucap Sumari.
BACA JUGA: Tetap Sakral Meski Internasional, Prosesi Pernikahan Adat Jawa Modern Ngetren Lagi
Di sisi lain, Sumari menegaskan tidak ada tolak ukur mengenai usia ideal seseorang untuk menikah. Namun, jika dari sisi kestabilan emosi, ia menganggap usia 25 tahun sudah cukup siap untuk berumah tangga.
“Usia rata-rata orang menikah di Semarang sekarang di atas 20 tahunan. Idealnya usia matang menikah itu 25 tahun, karena itu kematangan berpikir, kesiapan mental,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila