SEMARANG, beritajateng.tv – Sebagai Ibu Kota Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki upah minimum regional (UMR) terendah dibanding ibu kota provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Surabaya sebagai Ibu Kota Jawa Timur menetapkan UMK sebesar Rp4.752.479. Berlanjut Kota Bandung sebagai Ibu Kota Jawa Barat dengan UMK sebesar Rp4.209.309. Sementara itu, Jakarta menetapkan UMK sebesar Rp5.067.381 pada tahun 2024.
Kota Semarang pada tahun 2024 hanya menaikan UMK sebesar Rp200 ribu, menjadi Rp3.243.969. Tak sedikit yang membandingkan UMK Kota Semarang dengan ibu kota provinsi lainnya, seperti Surabaya dan Bandung.
BACA JUGA: Koalisi di Daerah Tak Linear Pilgub Jawa Tengah, Bagaimana Strategi PDIP Menangkan Andika-Hendi?
Isu ketenagakerjaan menjadi satu dari sekian banyak program kerja pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi. Begitu pun isu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan UMK tak luput dari fokus mereka.
Calon Wakil Gubernur (Cawagub) nomor urut 1, Hendrar Prihadi alias Hendi, merespons UMK Kota Semarang yang kerap dibandingkan dengan Kota Surabaya, Bandung, maupun Jakarta.
“Jangankan Surabaya, dengan Sidoarjo dan Gresik saja kita kalah. Tapi sekali lagi, bahwa kita pernah melakukan lompatan [UMK] itu di tahun 2013-2014. Waktu penentuan UMK itu, Pemkot Semarang selama dua kurun waktu [menaikkan] sampai 50 persen. Kita gak bisa ngejar ketertinggalan,” ungkap Hendi.
Singgung UMK Semarang, Hendi: Penetapan kenaikan upah bukan perlombaan
Baginya, penetapan kenaikan UMK bukanlah lomba maupun kompetisi dengan daerah lainnya. Melainkan, kata Hendi, yaitu mencari titik temu yang mampu menguntungkan seluruh pihak, baik pengusaha maupun tenaga kerja.
“Pengusaha mampu mengeluarkan biaya untuk buruh biar perusahaannya bisa berjalan baik dan menekan cost supaya harga mereka di tingkat Jateng gak terlalu tinggi, buruh juga seperti itu,” bebernya.