SEMARANG, beritajateng.tv – Pakar hukum dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Theo Adi Negoro, menegaskan bahwa polisi berwenang menjemput Chiko Radityatama Agung Putra, pembuat konten pornografi berbasis Artificial Intelligence (AI) yang mencatut nama SMAN 11 Semarang, meski tanpa laporan dari korban.
Menurut Theo, dalam Undang-Undang (UU) Pornografi, kasus seperti ini termasuk delik umum, bukan delik aduan. Artinya, aparat penegak hukum dapat langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu laporan pribadi dari pihak yang dirugikan.
“UU pornografi menyebut bahwa penyebaran materi kesusilaan adalah delik umum. Karena itu, penyidik berhak melakukan penyelidikan dan menindaklanjuti sumber informasi tanpa menunggu pengaduan korban, asalkan syarat penangkapan dan penyidikan dalam KUHAP terpenuhi,” jelasnya saat beritajateng.tv hubungi pada Kamis, 16 Oktober 2025.
BACA JUGA: Sebelum di Undip, Chiko Sering Buat Konten Tak Senonoh Siswa-Guru SMAN 11 Semarang
Kendati demikian, Theo tidak menampik bahwa dalam praktiknya, polisi sering menunggu laporan korban agar proses penyelidikan bisa lebih mudah berlangsung, termasuk dalam mengidentifikasi korban dan barang bukti untuk kepentingan forensik.
“Namun, jika korbannya adalah individu yang rentan seperti anak, penyelidikan wajib segera berjalan,” tambahnya.
Theo menilai langkah polisi yang belum menahan Chiko menunjukkan sikap kehati-hatian penyidik. Polisi, kata dia, tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah dan akan bertindak setelah yakin memiliki bukti yang cukup kuat.
“Saya melihatnya dari sisi kehati-hatian. Kadang justru korbanlah yang sudah memegang bukti kuat. Jadi, polisi sambil mencari dan menimbang unsur-unsur yang bisa terpenuhi,” ujarnya.
Bisa jerat pembuat konten porno AI SMAN 11 Semarang dengan UU ITE
Secara hukum, Theo menjelaskan bahwa perbuatan Chiko dapat dijerat dengan dua pasal pidana, yakni UU ITE Pasal 27 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
Kemudian, UU Pornografi Pasal 4 junto Pasal 29, dengan ancaman 6–12 tahun penjara dan denda hingga miliaran rupiah, tergantung unsur pelanggaran yang terpenuhi.