Padahal, di dalam Pasal 18 UU Pers jelas tertulis: Setiap orang yang dengan sengaja menghambat kerja pers secara melawan hukum dapat beroleh pidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
BACA JUGA: Insiden Dini Hari, Keluarga Baru Tahu Gamma Tewas dari Polisi Pukul 12 Siang, Paman: Kok Selama Itu?
“Mirisnya, potensi pelanggaran ini malah wartawan itu sendiri yang melakukan,” ungkap Aris.
Selain itu, upaya intervensi wartawan terhadap kasus GRO tidak sesuai dengan kode etik AJI, meliputi: jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Lalu, jurnalis memberikan tempat bagi pihak yang tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka.
Kemudian, jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang ia miliki untuk mencari keuntungan pribadi.
“Sikap dari wartawan itu sangat jauh dari tanggung jawabnya sebagai seorang wartawan,” ujar Aris.
Menurut Aris, kasus ini menjadi tamparan keras bagi wajah jurnalisme di Semarang.
Untuk itu, ia menekankan agar jurnalis memiliki prinsip keberpihakan kepada publik, kebenaran, dan keadilan. Tugas jurnalis juga sudah terikat dalam UU Pers dan Kode Etik sehingga jurnalis mesti menaati rambu-rambu tersebut.
“Wartawan bukan Humas Polri,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi
Respon (1)