“Saya merasa nilai-nilai perjuangan beliau sangat relevan bagi generasi Gen Z. Proses syuting ini membuka mata saya bahwa sejarah itu cermin kehidupan yang bisa membentuk karakter,” ujarnya.
BACA JUGA: Heran Pemerintah Doyan Blokir Game, Pakar Unika: Cara Instan yang Tak Selesaikan Masalah
Sementara itu, Paulus Metta Dwi Manggala, MPd. yang bertindak sebagai editor menekankan bahwa film ini bukan sekadar karya akademik, melainkan upaya melahirkan standar baru dalam produksi film di lingkungan kampus.
“Kami berharap mahasiswa terbiasa menghadirkan karya dengan kualitas teknis yang proper, baik dari sisi visual maupun narasi,” tuturnya.
Produksi film ini memakan waktu hingga tiga tahun, meliputi riset sejarah, survei lokasi di Kudus, Jepara, dan sekitarnya, hingga proses shooting dan editing. Uniknya, film ini diproduksi secara mandiri tanpa sponsor eksternal, sehingga kebebasan artistik tim kreatif dapat terjaga.
Melalui Uttarani: Sang Ratu dari Utara, FBS SCU berharap dapat menghidupkan kembali spirit budaya lokal. Selain itu, pihak kampus bisa memberi ruang aktualisasi bagi mahasiswa untuk berkarya dalam medium film digital. (*)
Editor: Andi Naga Wulan.