BACA JUGA: Uniknya PPDB Jalur Zonasi di SMAN 11 Semarang, Jarak Terdekat Hanya 24 Meter!
Vita tak pernah dapat jawaban pasti, semuanya salahkan sistem PPDB SMAN
Kondisi tersebut memaksa Vita harus bolak-balik mengunjungi Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, dan sekolah bersangkutan.
Ibunda Vita, Umi (42), mengaku ‘oper-operan’ tersebut tak membuahkan hasil yang pasti. Sebab, jawaban yang pihaknya peroleh hanya berkutat pada kesalahan sistem saja.
“Dinas Sosial menyuruh datang ke pihak sekolah, tapi jawabannya juga sistem lagi. Dari sekolah saya ke Dinas Sosial, dioper ke Disdikbud. Disdikbud ngikutnya sistem. Berkali-kali seperti itu,” beber Umi.
Umi menyoroti kenalannya yang berprofesi sebagai pedagang soto, namun bisa memperoleh kategori P1 atau miskin ekstrem. Sementara ia selalu bertanya-tanya mengapa ia harus mendapat predikat P4 alias rentan miskin.
“Ada yang bilang saya harusnya P1. Ada [kenalan] orang yang jualan soto dan dagangannya ramai saja sudah bisa P1 kok, tapi kenapa Ibu dapat P4,” keluh Umi.
Pihaknya mengaku, untuk mengubah data di DTKS itu pun memakan waktu yang lama.
“Merubah [DTKS] prosesnya lama, setiap bulan harus update ke kelurahan itu,” jelasnya.
BACA JUGA: Soal Piagam Palsu di PPDB, Dinas Pendidikan Panggil Kepala SMPN 1 Semarang
Zainal pertanyakan mengapa Vita masuk kategori P4
Sementara itu, Zainal Abidin Petir yang ikut dalam kunjungan mengaku telah menyampaikan masalah itu pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah.
Ia pun ikut heran mengapa Vita sekeluarga masuk dalam kategori P4 atau rentan miskin. Sebab baginya, kategori P4 itu tak lagi masuk sebagai keluarga miskin.
“P4 itu orang yang kategorinya bukan miskin lagi. Ini lucu pengkategoriannya, pendataannya gimana?” tegas Zainal.
Zainal menjabarkan, P1 alias prioritas satu itu merupakan warga dengan kategori miskin ekstrem. Sementara P2 ialah sangat miskin, dan P3 miskin.
“Jadi orang tua ini tunanetra, penyandang disabilitas yang gak punya rumah. Pemerintah anggap gak miskin, bagaimana itu?” ujarnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi