“Dari kecil sampai dewasa di Kalimantan, terus habis nikah saya ke Bantul. Keluarga saya dan KTP saya di Solo. Alhamdullilah keluarga sangat mendukung, sudah biasa, sekeluarga juga merantau,” jelas Rohmah.
Tak hanya Rohmah, suaminya pun sudah terbiasa hidup sebagai transmigran. Kata dia, mertuanya dulu ikut program transmigran.
“Soalnya suami saya sudah bolak balik transmigrasi pindah/pindah, ikut bapaknya dulu. Sekarang mertua masih jadi transmigran di Gorontalo,” akunya.
Menariknya, Rohmah mengaku ikut suaminya sebagai transmigran lantaran UMR di Bantul kecil.
BACA JUGA: Canangkan Transmigrasi Tematik, Menteri Iftitah Singgung soal Hilirisasi SDM, Begini Maksudnya
“Daripada cari pekerjaan susah di Jogja, UMR-nya rendah, nah terus belum punya rumah juga, pengin mandiri, yowes transmigrasi lah,” akunya.
Menurut pengakuannya, Rohmah dan suaminya akan mendapat rumah, bibit dan alat pertanian, lahan setelah sebulan menetap, dan jatah hidup selama setahun.
Tak seperti wilayah lainnya, mendaftar sebagai seorang transmigran dari Bantul baginya cukup ketat.
“Kalau dari Bantul itu ketat, harus punya surat keterangan polisi itu 2 tahun [tinggal] di Bantul. Tapi khusus bantul, kalau dari daerah lain gak terlalu ketat, karena kebanyakan pengurus pusat itu kan dari Bantul,” jelas dia.
Bahkan, Rohmah mengungkap ada ketentuan lainnya seperti survei rumah sebelum diberangkatkan sebagai transmigran.
“Ribet, ada pelatihan-pelatihan juga. Sampai Mahalona sudah ada perjanjian, kalau sampai sana gak boleh langsung pulang, gak boleh sampai sana tanahnya dijual, ditelantarin juga gak boleh,” ia memungkasi. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi