Di Kota Semarang, terdapat lateral drain peninggalan Belanda. Lokasinya yakni di sepanjang Jalan Sriwijaya atau tepatnya di depan Gedung Wanita sampai Simpang Polda Jawa Tengah.
Lateral drain tersebut berfungsi sebagai pengereman air dari Tanah Putih dan Siranda menuju Kali Semarang sebelum dialirkan ke BKB dan BKT.
“Dulu konsep air tidak boleh mengalir ke Simpang Lima, di stop di saluran sabuk itu agar mengalirke BKB dan BKT,” tuturnya, menjelaskan upaya tersebut mengurangi beban kerja pompa air.
Ia berharap, fungsi kerja lalu lintas air yang dibuat pada masa kolonial itu dapat dipelajari kembali untuk menanggulangi banjir. Mengingat, kontur Kota Semarang dengan Negeri Kincir Angin banyak memiliki kesamaan.
“Areanya lebih rendah dari pada muka air laut, karena itu Semarang ini seperti di Belanda,” ujarnya.
Maka dari itu, peran masyarakat sangat perlu. Buang sampah tidak pada tempatnya atau tepatnya ke sungai-sungai tidak akan membantu upaya pemerintah menanggulangi banjir.
“Perlu kesadaran bersama dan perlu bersama-sama meningkatkan budaya bersih. Itu bagian dari peradaban juga, kalau kotanya bersih salurannya tertata jadi lebih indah,” ujarnya.
Sedikit informasi, Pemkot Semarang telah melakukan revitalisasi delapan drainase sejak Juni lalu. Pekerjaan ini untuk mengantisipasi dampak banjir yang di prediksi jatuh November mendatang.
Berikut delapan drainase di Kota Semarang yang telah pemkot perbaiki. Yakni Saluran Klipang, Saluran Kedungmundu, Saluran Tentara Pelajar, Saluran Erlangga, Saluran Pemuda-Imam Bonjol, Saluran Depok, dan Saluran Jatisari. Saluran Tlogosari Wetan telah rampung, dan lainnya akan selesai awal bulan depan.(*)
Editor: Elly Amaliyah