Apalagi, kenaikan UMP umumnya hanya akan berlaku bagi pekerja lajang atau belum menikah dengan masa kerja di bawah satu tahun. Sehingga, kenaikan upah minimun tidak bisa menyasar semua kalangan buruh.
“Buruh itu kan tidak semuanya lajang, ada yang berkeluarga dan sudah menikah, bahkan anaknya bukan hanya satu. Ini yang jadi keprihatinan karena pemerintah belum mau menetapkan upah yang memenuhi kebutuhan hidup layak,” papar Karmanto.
Naiknya UMP tak selaras dengan kenaikan pajak dan harga pokok
Lebih lanjut, Karmanto memaparkan alasan tuntutan kenaikan UMP sebesar 10 persen. Ia menyebut, tuntutan 10 persen sesuai dengan prediksi yang menyebutkan bahwa harga-harga kebutuhan pokok pada tahun 2025 akan melambung tinggi.
“Tahun depan ini harga-harga pasti akan melambung tinggi. Nah, bagaimana dengan kekurangan upah untuk belanja sehari-hari?” paparnya.
BACA JUGA: Prabowo Sebut UMP Nasional 2025 Naik 6,5 Persen, Ini Prediksi Upah Minimum 35 Daerah di Jawa Tengah
Belum lagi, kata dia, pada bulan Januari 2025 mendatang, pemerintah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Kondisi ini ia sebut akan semakin memberatkan masyarakat kecil terutama kelompok buruh.
“Ditambah lagi di bulan Januari 2025 pajak juga akan dinakkkan 12 persen. Upah naik hanya 6,5 persen, tapi pajak naik 12 persen?” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi