BACA JUGA: Ganjar-Mahfud Tertinggal Jauh di Quick Count Pemilu, Alam Ganjar Beri Pesan Haru Ini
Masyarakat Jawa Tengah pilih keberlanjutan Jokowi ketimbang perbaikan Ganjar
Di antaranya banyak faktor pendukung kemenangan paslon 02 di Jawa Tengah, Wahid menuturkan bahwa faktor figur Jokowi yang kuat tak bisa terelakkan. Padahal, lanjutnya, jabatan Ganjar sebagai seorang Gubernur Jateng ialah 10 tahun.
Wahid menyayangkan, ketokohan Ganjar tersebut tak mampu membuat masyarakat Jateng yang ia pimpin sendiri selama dua periode memenangkan pihaknya dalam Pilpres 2024.
“Nampaknya ketokohan Ganjar di Jateng sebagai mantan gubernur tidak cukup banyak melekat di masyarakat ketika dihadapkan pada Pilpres,” bebernya.
Abu-abunya arah program Ganjar, menurut Wahid, juga memantik kebingungan masyarakat Jawa Tengah. Pasalnya, sebelum Gibran maju sebagai Cawapres Prabowo, Ganjar sering mengelukan bahwa pihaknya akan melanjutkan program Jokowi jika ia terpilih menjadi Presiden ke-8.
“Ada isu keberlanjutan. Melanjutkan program Pak Jokowi jauh lebih bisa diterima masyarakat, itu bisa memperkuat elektabilitas paslon 02, dibandingkan dengan isu perbaikan oleh paslon 03,” jelas Wahid.
Terlebih, kartu tani yang diluncurkan saat pemerintahan Joko Widodo menjadi pukulan telak bagi Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah. Apalagi, bagi Wahid, basis petani sangatlah besar di provinsi ini.
“Kartu tani itu efektif nyerang paslon 03. Ini mendorong preferensi pilihan kandidat dan terkonfirmasi dari berbagai faktor yakni usia, pendidikan, itu paslon 02 jauh lebih bisa semua lapisan masyarakat terima,” jelasnya.
BACA JUGA: Pertanyakan Hasil Quick Count Sementara Pilpres 2024, Ganjar: Kamu Percaya Gak Suara Saya Segitu?
Nasib Ganjar yang tak sama dengan wakilnya, Gus Yasin
Berbeda dengan Ganjar yang harus menerima kenyataan bahwa ia kalah di kandang sendiri, mantan Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin justru menjuarai laga Pemilu DPD RI Jateng.
Bahkan, suara Gus Yasin per Sabtu, 17 Februari 2024 pukul 19.31 WIB masih unggul 1,41 persen atas petahana sekaligus puteri Ketua Komisi III DPR RI Bambang ‘Pacul’ Wuryanto, Casytha A. Kathmandu.
Menurut Wahid, hal ini membuktikan bahwa faktor jaringan, apalagi jaringan keagamaan, sangat penting dalam mendulang suara.
“Misal jaringan [keagamaan] Khofifah saat deklarasi, ternyata itu berdampak dan mendorong angka yang telak di Jateng. Ini yang kemudian di DPD nampak Gus Yasin gunakan, yang mana pondok pesantren sebagai mesin pendulang suara,” akunya.
Menurutnya, 10 tahun Ganjar sebagai Gubernur tak bisa setara dengan 10 tahun Jokowi menjabat Presiden RI. Bahkan, perolehan suara Pilpres ini bisa mengoyak-oyak basis kandang banteng alias Solo Raya.
“Meski 2 kali, Ganjar masih kalah kuat dari Jokowi, bahkan di mata pemilih PDIP pun. Hampir seluruh Solo Raya kecuali Wonogiri dan Boyolali itu 02 nampak stabil unggul di basis yang kental dengan kandang banteng. Padahal Pilegnya di wilayah itu PDIP masih konsisten, baik itu DPR RI, DPRD Provinsi, kabupaten/kota. Ini semacam anomali,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi