Ratusan anak lain yang tak kunjung naik berat badan di daerah itu, kata Ema, akibat air yang mereka konsumsi mengandung bakteri e-coli dan sebagainya.
“Misalnya di Pekalongan ada 105 risiko stunting yang diintervensi, yang bb-nya naik itu hanya 3. Ternyata daerahnya itu ada isu sanitasi, e-coli dan sebagainya, dikasih makan apa saja akan keluar,” beber Ema.
Oleh sebab itu, Ema menyebut ketersediaan air bersih sangat penting untuk pengentasan kemiskinan maupun stunting.
“Jadi, air bersih sangat penting. Air yang tidak mengandung ecoli, sanitasinya juga jalan, ada jamban yang baik, sebenarnya persoalan itu di air. Jadi yang airnya tidak bersih, tidak sehat, dia [anak stunting] di kasih makan apa saja akan tetap keluar, begitu,” ungkap Ema.
Bagaimana intervensi Pemprov Jateng dalam menyediakan air bersih?
Kendati begitu, Ema mengaku Pemprov Jawa Tengah sesungguhnya ingin menyiapkan sarana prasarana untuk mendukung ketersediaan maupun kemudahan akses air bersih di 17 daerah prioritas tersebut.
BACA JUGA: Krisis Air Bersih Masih Menghantui Warga Sarirejo Blora, Menunggu Bantuan Segera Datang
Namun, Ema mengaku ada kewenangan yang Pemprov Jawa Tengah tidak miliki, utamanya dalam penyaluran ke rumah warga.
“Pemprov hanya bisa membuat sumur bor atau pamsimas di desa. Nah, tapi kalau [penyaluran] sampai ke rumah-rumah itu bukan tanggung jawabnya Pemprov. Itu kan butuh kolaborasi antara kita dengan kabupaten, ini yang mungkin perlu dibicarakan, duduk bersama, pemprov membuat apa, kabupaten membuat apa, sehingga nanti memang benar-benar air bersih itu bisa dilaksanakan,” pungkas Ema. (*)
Editor: Farah Nazila