Agar lebih stabil dan aman, pihaknya menyebut akan mengubah pola pikir masyarakat dari lumbung pangan menjadi cadangan pangan. Sebab, cadangan pangan menurutnya dapat merubah stigma masyarakat yang tak hanya menyimpan bahan pangan di lumbung saja, namun dapat memutar bisnis melalui pangan tersebut.
“Nantinya cadangan pangan masyarakat itu tidak hanya terkelola oleh gapoktan (gabungan kelompok tani) saja, tetapi bisa kelompok peternak ayam dan komponen masyarakat lainnya kelola,” jelasnya.
Apresiasi Raperda Kedaulatan Pangan Komisi B DPRD Provinsi Jateng
Lebih lanjut, Dyah juga mengapresiasi Raperda Kedaulatan Pangan yang Komisi B DPRD Provinsi Jateng gagaskan. Alasannya, kehadiran raperda itu menjadi payung hukum yang dapat menjangkau hingga memastikan pangan dapat terakses oleh masyarakat luas.
Ia menuturkan, perda yang ada selama ini hanya menjadi regulasi yang berkutat pada sistem sektoral saja.
BACA JUGA: Tekan Angka Inflasi Turun, Pemkot Semarang Galakan Gerakan Pangan Murah
“Bagaimana pangan itu terakses dan dari sisi keterjangkauannya seperti harga distribusi dan lain-lain itu belum ada yang memayungi secara holistik. Harapannya dengan adanya raperda ini semuanya akan terwadahi secara sistem, kalau sudah terwadahi secara sistem tentu lebih gampang koordinasinya,” ungkapnya.
Tak hanya itu, menurut Dyah, eksistensi Raperda Kedaulatan Pangan ini nantinya akan mewujudkan diversifikasi pangan di Jateng yang beragam.
“Tidak semua cadangan makanan harus beras, misalnya di daerah Wonogiri itu singkongnya banyak sekali dan itu sudah bisa terolah menjadi beras singkong. Itu yang mulai kita rombak mindset-nya agar masyarakat tidak tergantung dengan beras,” tandasnya.(*)
Editor: Farah Nazila