Sehingga, Wahid menegaskan seharusnya PDIP harus sudah mengubah strategi selain harus memberikan rekom kepada figur cagub yang tepat.
“Harusnya PDIP sudah mulai merubah gaya, ya. Meskipun juga tentu faktor figur, siapa yang akan PDIP usung dan wakilnya menjadi sangat penting,” bebernya.
Songsong Pilgub Jawa Tengah, bagaimana cara PDIP pertahankan kandang banteng di tengah gempuran?
Agar PDIP bisa menjaga kandang banteng, Wahid menyebut komposisi partai nasionalis dan partai berbasis agama menjadi alternatif paling baik.
Hanya saja, setiap parpol, tak terkecuali PDIP, akan menghitung kemungkinan atau peluang menang sebelum berkoalisi dengan parpol lainnya.
“Ini menjadi PR juga. Kalau kemudian PDIP sendiri, relatif akan jauh lebih berat. Seperti tahun 2008 dan 2013 saat tidak berkoalisi. Tapi itu kan dalam situasi jumlah paslon yang banyak atau lebih dari dua,” terang Wahid.
BACA JUGA: Pilgub Jawa Tengah, Menanti ‘Jago’ Jokowi dan Calon PDIP
Jika pertarungan Pilgub 2024 di Jawa Tengah sifatnya hanya dua paslon, yang memaksa PDIP harus head to head dengan gerbong parpol lainnya, maka koalisi harus PDIP ambil untuk amankan kandang banteng.
“Kalau itu head to head, PDIP semestinya kalau mau memperbesar peluang kemenangannya ya harus berkoalisi. Itu yang kemudian siapa yang mau begitu, apakah PPP, PKB, atau PKS,” tegasnya.
Jangan sampai, kata Wahid, banyak parpol di Jawa Tengah mengerucut untuk mendukung Ahmad Luthfi. Hal itu, menurutnya membuat peluang kalah PDIP semakin besar.
“Meskipun koalisi partai tidak secara otomatis bisa berdampak pada suara pemilih di level grassroot,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi