Berlokasi di Kawasan Pertanian
Selain itu, tanah yang terbeli juga berlokasi di kawasan pertanian kering atau masuk zona larangan pembangunan perumahan yang diatur dalam peraturan daerah setempat.
‘Fakta terbaru yang menjadi krusial adalah tanah tersebut ternyata masuk dalam kawasan zona pertanian kering di Salatiga. Dan juga ada kesaksian dari ahli pertanahan bahwa lokasi tersebut tidak bisa orang manfaatkan untuk kepentingan kerumahan.” lanjut Dwi.
DP4 menyerahkan Rp 13,7 miliar kepada JA. Tapi JA hanya membayarkan ke pemilik tanah Rp 7 miliar. Tanah itu juga tidak bisa dibalik namakan ke DP4, karena ada Perda laranganya untuk pemanfaatan perumahan.
Maka secara yuridis, DP4 mengeluarkan uang tapi tak bisa memiliki tanah itu. Sampai sekarang tanahnya juga belum bisa mereka manfaatkan.
Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp 4.970.641.000. Perbuatan itu juga terduga telah menguntungkan JA dengan nominal yang sama.
BACA JUGA:Tanggapi Soal Pemanggilan Cak Imin Atas Dugaan Korupsi di Kemenaker Ada Unsur Politik, Ini Kata KPK
Kerja sama JA dan DP4 harusnya hanya berhak mendapatkan 2 persen riil pembelian tanah. Tapi terdapat manipulasi harga tanah dan dari audit BPKP dengan temuan angka sekitar Rp4,9 miliar yang teranggap sebagai kerugian Negara.
‘Ditemukan kerugian negara sejumlah Rp 4,970 miliar,‘ jelas Dwi.
‘Berdasarkan bukti, pihak yang mendapat untung adalah JA,’ lanjut Dwi.
Saat ini, berkas penanganan kasus EW dan US telah Kejaksaan Tinggi Jateng ambil alih. Sementara JA, masih berstatus DPO. Kabarnya, JA tidak kooperatif, ia terduga bersembunyi dan menghilang.(*)
Editor: Farah Nazila