Selain strategi pork barrel, lanjut Fitriyah, berbagai politik uang yang kerap muncul saat memasuki masa kampanye antara lain program pelayanan kesehatan gratis hingga sumbangan peralatan kepada lembaga tertentu.
Lebih lanjut, Fitriyah menyebut politik uang dengan menggunakan strategi vote buying atau membeli suara sangat rentan terjadi saat memasuki masa tenang. Utamanya sesaat sebelum pemilih mencoblos di TPS.
BACA JUGA: Partai Buruh Minta Bawaslu Bekerja Serius Cegah Politik Uang
Alasan politik duit lebih tumbuh subur di Pilkada
Menurutnya, politik uang tumbuh subur di Indonesia terpicu oleh lemahnya lembaga formal. Terlebih, beberapa kriteria pemilih seperti yang pendidikannya rendah hingga yang aktif terlibat dalam organisasi juga rentan terkena politik uang.
“Politik uang terjadi ketika pemilih tidak percaya janji lima tahun ke depan, tetapi janji yang sekarang kandidat berikan yaitu uang. Belum lagi rumor yang beredar dan kandidat percaya itu kalau tidak politik uang, mereka tidak akan dipilih,” bebernya.
Ia menilai, semakin luasnya daerah pemilihan (dapil), maka potensi politik uang akan semakin kecil.
“Semakin sedikit jumlah pemilih yang dibutuhkan untuk menang, semakin besar potensi politik uang,” paparnya.
Bagi Fitriyah, penguatan institusi formal bersamaan dengan pendidikan pemilih penting untuk keluar dari lingkaran politik uang tersebut.
“Melakukan pendidikan pemilih berkelanjutan yang mengubah tuntutan pemilih dari politik uang menjadi pemenuhan janji-janji kampanye dalam bentuk politik yang sifatnya program,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi