Sritex juga mampu bertahan dan bahkan berkembang selama krisis moneter 1998. Perusahaan ini berhasil melipatgandakan pertumbuhannya hingga delapan kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2013, Sritex melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham SRIL, memperkokoh posisinya sebagai salah satu raksasa industri tekstil nasional.
Jadi kebanggaan Jokowi
Perusahaan ini pun terus berekspansi hingga menuai pujian dari Jokowi yang hadir dalam peresmian perluasan pabrik Sritex pada 2017 di Sukoharjo, Jateng.
Jokowi kagum lantaran Sritex berhasil dipercaya membuat seragam tentara untuk 30 negara. Termasuk 8 negara di Eropa.
Seiring waktu berlalu, Sritex mengalami masalah uang yang serius.
Sahamnya terkena suspensi sejak Mei 2021 akibat keterlambatan pembayaran bunga dan pokok MTN (Medium Term Notes).
Utang perusahaan pun terus menumpuk, dengan total liabilitas mencapai sekitar Rp24,3 triliun per September 2023.
Masalah keuangan ini diperparah oleh persaingan ketat di pasar global serta dampak pandemi Covid-19.
Selain itu, kondisi geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina, turut menyebabkan penurunan ekspor produk tekstil ke Eropa dan Amerika Serikat.
Meski sempat membantah kabar kebangkrutan pada Juni 2024, situasi Sritex terus memburuk hingga akhirnya dinyatakan pailit. Kini, perusahaan tekstil terbesar di Asia tersebut hanya tinggal sejarah. (*)