Scroll Untuk Baca Artikel
Politik

Soroti Pilwakot Semarang, Pengamat Politik: PDIP Tiba-tiba Kekurangan Calon, Ada Apa Gerangan?

×

Soroti Pilwakot Semarang, Pengamat Politik: PDIP Tiba-tiba Kekurangan Calon, Ada Apa Gerangan?

Sebarkan artikel ini
NHS PDIP
Pengamat politik sekaligus Ketua Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini (NHS), saat ditemui di Gedung Fisip Undip, Kota Semarang, Kamis, 1 Agustus 2024. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

“Nah, tiba-tiba hari ini kekurangan atau defisit calon, ada apa gerangan? Adalah karena itu tadi, institusionalisasi yang tidak kuat,” terang NHS.

Pihaknya pun turut melayangkan kritik pada PDIP sebagai partai pemenang Pemilu. Ia menyoroti, semestinya PDIP memiliki mentalitas sebagai partai pemenang.

“Dalam bulu tangkis, mental pemenang itu mental yang mampu mengarahkan permainan, dia punya resource yang besar, baik politik maupun sumber daya lainnya. Dia juga mampu mempromosikan,” terang NHS.

Satu kata yang terucap dari NHS, ironi. Sebab, ia menyayangkan PDIP hingga saat ini belum menunjukkan calonnya secara gamblang.

“Terlepas dari apa pun itu, ironi secara teoritis, konsepsional, dan idealistas, sesuai dengan fungsi-fungsi partai politik,” tegas NHS.

BACA JUGA: Dukungan Terus Mengalir, Tim 18 Deklarasikan Iswar Aminuddin Maju Pilwalkot Semarang 2024

Dalang Pilkada 2024 tak lagi partai politik, NHS singgung adanya permainan elit, Jokowi cs?

Lebih lanjut, Pilkada 2024 bagi NHS membawa nuansa baru. Menariknya, partai politik justru ditarik keluar dari lingkaran permainan ini oleh elit.

Pasalnya, Pilkada gelombang I pada 2005-2010, gelombang II pada 2010-2015, dan gelombang III pada 2015-2020, NHS menilai partai politik masih berperan kuat di dalam kandidasi maupun permainan lainnya.

“Di gelombang selanjutnya, 2020-2024, pada akhirnya partai politik jauh-menjauh atau dijauhkan dari sentral pengambilan keputusan,” terang NHS.

Posisi partai politik itu, dalam hematnya, tergusur oleh kekuasan elit di level nasional. Hal itu tak terlepas dari kejadian pasca Pilpres Februari 2024 lalu.

“Itu bagian dari perebutan kekuasaan, sesambungan dari Pilpres 2024 lalu. Tetapi di 2020 alias gelombang ke-3, Pilkada ini makin runyam, makin menjauh dari politik desentralisasi,” tandasnya. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan