Untung menyebut, sebagian dari Rp87 miliar yang ia klaim dibawa oleh pengurus BMT Mitra itu digunakan untuk mendanai bisnis pribadi pengurus.
“Berdasarkan laporan yang sempat kami terima, Rp50 miliar untuk bisnis pribadi yang properti itu dan Rp30 miliar untuk pinjaman kredit macet. Rp7 miliar untuk operasional aset dan sebagainya,” papar dia.
BACA JUGA: Perhutani Gandeng BMT BUS Lakukan Penjajakan Kerjasama Penanaman Jagung
Bahkan, kata Untung, bisnis properti pengurus yang ia sebut menggunakan dana Rp50 miliar itu masih berjalan di Kota Pekalongan.
“Masih berjalan dan kantornya masih buka. Tidak ada apa-apa, nyantai-nyantai saja,” akunya.
Untung menyebut, Paguyuban Nasabah Korban BMT Mitra Umat Kota Pekalongan sudah bertemu dengan pengurus pada 6 dan 27 Juni 2024.
“Kami bicara solusi, tapi semuanya gagal karena memang tidak ada niat penyelesaian dari mereka. Seperti kredit macet itu yang harusnya lewat KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang), tapi tidak mereka lakukan karena akad kredit mereka itu ilegal, tidak pakai APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan), tidak pakai notaris,” jelasnya.
Untung mengaku ia telah menjadi nasabah BMT Mitra Umat bertahun-tahun lamanya. Namun, kejanggalan itu baru terjadi tahun 2024 silam.
“Iya, harus uang balik, nabung uang ya kembali dengan uang. Keinginan kami seperti itu,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi