“Yang jadi faktor utama ya perbedaan harga. Kan tadi saya sampaikan, rokok legal dan ilegal itu hampir selisih 60 persen. Karna tadi sebetulnya ini menjadi penyeimbang bahwa rokok ini berdampak pada masyarakat, sehingga negara membebankan cukai ini untuk kompensasi kepada masyarakat yang terdampak. Semua barang yang kena cukai ada dampak negatif kepada masyarakat. Harus ada kompensasi,” pungkas Rofiq.
Cukai rokok ilegal merugikan
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng, Sumarno membenarkan pernyataan Rofiq bahwa pembahasan cukai ilegal ini masih menjadi tantangan yang hampir sama.
“Memang kalau dari sisi harga, rokok itu hampir 60 persen cukai juga. Ini masih menjadi istilahnya niatan masyarakat untuk masih melakukan tindakan cukai ilegal. Cukai ilegal ini sangat merugikan kita semua ya. Bahwa satu, cukai ini diterapkan karena bahwa terhadap barang itu ada dampak negatif kepada masyarakat, sehingga cukai ini adalah untuk mengompensasi kepada masyarakat yang terdampak,” tutur Sumarno.
Sumarno menyebut, Pemprov Jateng memperoleh dua sumber pendapatan dari adanya rokok ini, masing-masing pajak rokok dan dana hasil bagi cukai.
BACA JUGA: Kampanyekan Stop Rokok Nonlegal Lewat Lomba Film
“Dari pajak rokok yang kita peroleh Rp 420 miliar. Itu dialokasikan untuk BPJS Kesehatan. Yang kedua adalah dana hasil bagi cukai. Ini lebih banyak kita gunakan untuk penyediaan sarana-prasarana pelayanan masyarakat,” paparnya.
Sumarno mengaku bahwa ke depannya ia tak ingin menindak kasus pemusnahan rokok ilegal sebanyak ini. Namun, pihaknya ingin agar masyarakat lebih taat.
“Tetapi ini lebih kepada bagaimana kita melindungi bersama. Yang menjadi catatan juga bahwa cukai ini menganggu pada temen-temen (penjual rokok) kita yang patuh. Ada program pendampingan juga. Kalau dari masalah perolehan cukainya dari Kanwil juga difasilitasi,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi