Dibanding karya-karya mainstream yang bisa terjual hingga puluhan juta rupiah, Tan memang lebih menyukai karya abstrak yang berasal dari beragam jenis tangan. Menurutnya, karya hasil orang yang tidak mengeyam pendidikan seni justru lebih menarik perhatian pengunjung
Hadirkan seni progresif yang merangsang otak untuk berpikir
Lebih lanjut, Tan menuturkan, iklim seni di Kota Semarang masih jauh tertinggal daripada Jogja, Bandung, hingga Solo. Bahkan, Tan tak ragu berkata jika lukisan karya-karya perupa Semarang sering kali orang lihat sebelah mata.
Oleh karenanya, Tan ingin Kota Semarang tidak hanya menjadi kota yang kaya akan budaya, namun juga membuat suatu hal baru bagi kebudayaan. Yaitu dengan karya-karya seni progresif.
“Jadi dari De Warisan ini saya pengin terlihat beda, ada nafas seni progresif, jadi ya visinya untuk kemajuan seni rupa,” ucapnya.
Bagi Tan, seni haruslah menghadirkan pertanyaan kepada setiap penikmatnya. Jadi, bukan hanya mendapat hiburan visual, akan tetapi melihat karya seni untuk mendapat suatu pertanyaan atau berpikir akan suatu seni.
“Progresif itu simple, berani melanggar aturan, berani melanggar pakem, kaya lagu, lagu progresid itu bukan lagu yang easy listening,” tandasnya.(*)
Editor: Farah Nazila