Pihaknya meyakini, siapa pun yang akan terpilih menjadi presiden menggantikan Jokowi, ketidakadilan akan tetap eksis. Bukan dengan cara tak mencoblos, namun bagi Dira, golput yang ia sarankan ialah dengan merusak surat suara.
“Mau dari mana calonnya, bagaimana model parpolnya, mereka toh penguasa yang ada cukong-cukongnya di belakang itu. Kami meyakini bahwa golput adalah pilihan. Bagian dari golput adalah merobek surat suara. Tagline itu masih kami bawa sampai hari ini, apalagi ada politik dinasti,” bebernya.
Aksi Kamisan tolak ikuti kata Romo Magnis Suseno
Menariknya, Dira membawa kutipan dari seorang penulis sekaligus pengajar filsafat Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis. Ia menolak gagasan Romo Magnis perihal ‘memilih yang terbaik di antara yang terburuk’ dalam Pemilu. Hal ini ia ungkapkan saat beroleh pertanyaan apakah ada kekhawatiran jika capres yang menang memiliki jejak pelanggar HAM.
“Itu kekhawatiran kami sangat besar. Tapi kami menghindari pendapat Magniz Suseno yang berpendapat bahwa ‘memilih pemimpin yang buruk di antara yang paling buruk’. Mau sampai kapan kita begitu? Seperti melegitimasi, ‘Ya gapapa buruk, daripada yang terburuk’,” bebernya.
BACA JUGA: Peserta Aksi Kamisan Semarang Usir Moeldoko Saat Hadiri Festival HAM di Semarang
Menurutnya, memilih dalam Pilpres 2024 bukan solusi dalam menyelesaikan ataupun mengungkap kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 1998 silam.
“Bagi kami itu bukan solusi, karena di balik paslon-paslon itu, siapa pengusungnya, punya kepentingan apa, dan partai apa yang punya sekian persen kekayaan, itu sama saja bagi kami,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi