Scroll Untuk Baca Artikel
Derap Nusantara

Bak Ditelan Kemajuan Zaman, Begini Nasib Pedagang Pasar Tanah Abang di Tengah Pusaran Social Commerce

×

Bak Ditelan Kemajuan Zaman, Begini Nasib Pedagang Pasar Tanah Abang di Tengah Pusaran Social Commerce

Sebarkan artikel ini
social commerce
Para pedagang di Pasar Tanah Abang menyerukan penghapusan "social commerce" yang menjadi salah satu penyebab sepinya Pasar Tanah Abang, Jakarta, Sabtu, 23 September 2023. (ant)

JAKARTA, beritajateng.tv – Siapa yang tak kenal dengan Pasar Tanah Abang, pusat grosir yang selalu menjadi tujuan masyarakat untuk membeli kebutuhan sandang tersebut. Rupanya, tempat perdagangan ini merupakan salah satu pasar tertua di Jakarta.

Didirikan pada 30 Agustus 1735 oleh tuan tanah yang juga merupakan arsitek, Yustinus Vinck, atas izin Gubernur-Jenderal Hindia Belanda Abraham Patramini, Pasar Tanah Abang pada mulanya hanya mendapat izin berjualan tekstil serta barang kelontong setiap hari Sabtu, sehingga sempat dinamakan Pasar Sabtu.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Pada tahun 1740, terjadi pembantaian orang-orang Tionghoa serta perusakan harta benda yang dikenal sebagai peristiwa Geger Pecinan (Chineezenmoord). Dalam peristiwa ini, Pasar Tanah Abang dibakar.

Usai tragedi tersebut, Pasar Tanah Abang berangsur pulih dan kembali dibangun pada tahun 1881. Sejak saat itu, waktu operasional Pasar Tanah Abang pun bertambah menjadi dua kali seminggu, yakni Rabu dan Sabtu.

Pasar Tanah Abang semakin berkembang pesat usai peresmian Stasiun Tanah Abang pada tahun 1899. Setelah pembangunan stasiun, Pasar Tanah Abang akhirnya beroperasi setiap hari.

Saat pandemi Covid-19 melanda, Pasar Tanah Abang Blok A, B, dan F sempat ditutup sementara. Penutupan itu berlangsung selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada tahun 2021.

Setelah pandemi berakhir, kondisi pusat grosir terbesar di Asia Tenggara ini masih belum kembali normal meski sempat ramai pada momen Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 serta Lebaran 2023.

Pengelola Pasar Tanah Abang Blok A, Hery Supriyatna, mengungkapkan sepinya pembeli usai momen Lebaran biasanya memang merupakan suatu siklus. Namun, berdasarkan keluhan pedagang, kondisi sepi yang dirasakan Tanah Abang saat ini berbeda dengan siklus sebelumnya.

Beberapa pedagang menyampaikan sepinya Tanah Abang kini merupakan imbas dari maraknya belanja daring secara langsung alias online live shopping.

BACA JUGA: Beda Pendapat dengan Sandiaga Uno Soal TikTok Shop, Menkop UKM Teten Masduki: Pasar Offline Bisa Mati

Pedagang Pasar Tanah Abang tolak social commerce

Yang jadi masalah, menurut Hery, harga barang di platform daring jauh lebih rendah karena kebanyakan barang impor, sangat jauh daripada harga barang yang ada di Pasar Tanah Abang.

Saat mengunjungi pada akhir pekan, Pasar Tanah Abang terlihat sepi dan hanya segelintir orang yang berlalu lalang melihat barang dagangan para penjual di sana.

Bahkan, terdengar beberapa teriakan pedagang yang menyerukan untuk menutup salah satu social commerce di Indonesia. Agresivitas social commerce belakangan ini memang membikin kalang kabut banyak pedagang konvensional, termasuk para saudagar di Pasar Tanah Abang.

“Tutup dong TikTok Shop, tutup saja, tutup. Bagaimana ini, nggak laku terus barang,” ujar Markonah (48) sambil merapikan barang dagangannya.

Perempuan paruh baya tersebut menjual tas dan pakaian di Blok A, blok yang biasanya merupakan bagian paling ramai di antara blok lainnya di Pasar Tanah Abang karena terletak paling depan.

Markonah mengaku beberapa bulan ini dagangannya sepi pembeli, salah satunya karena maraknya penjualan daring yang mulai muncul saat Covid-19 melanda. Jika sebelum pandemi barang dagangannya bisa laku 20-30 buah per hari, kini terkadang dalam satu hari tidak sampai lima buah tas yang laku terjual.

Bukan tak mau berjualan secara daring, rupanya perempuan yang telah memiliki tiga anak dan empat cucu ini mengaku tidak mengerti cara berjualan secara daring. Tak ada pula orang yang bisa mengajari ia untuk berjualan di platform daring.

BACA JUGA: Larang TikTok Shop di Indonesia, Pengamat Ekonomi Dukung Perencanaan Satgas Transformasi Digital

Pengaturan platform jual-beli daring

Jeritan para pedagang di Pasar Tanah Abang itu pun kini menjadi perhatian, terutama usai berbagai permintaan untuk menutup salah satu platform social commerce. Adapun social commerce merupakan platform media sosial yang menjual jasa atau produk, sehingga berbeda dengan e-commerce yang merupakan platform khusus untuk berjualan.

Alih-alih menutup platform social commerce, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyarankan agar platform social commerce bisa pemerintah atur agar UMKM tidak terancam.

Poin pengaturan social commerce seperti pemisahan antara platform media sosial dan e-commerce, pelarangan predatory pricing atau diskon berlebihan, hingga perlu pengaturan algoritma dalam aturan tersebut.

Selain itu, kebijakan afirmasi untuk para pedagang di Tanah Abang juga perlu. Misalnya, dengan diskon sewa tempat, subsidi tagihan listrik, hingga pemberian pinjaman bunga nol persen.

Melihat keresahan pedagang di Pasar Tanah Abang maupun UMKM lainnya, Kementerian Perdagangan akan mengatur perizinan yang berbeda antara platform e-commerce dan social commerce melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020, sebagai bentuk perlindungan kepada produk UMKM.

“Jadi, UMKM dan ritel modern bisa sama-sama berkembang. Apalagi sekarang penjualan langsung saja sudah tidak cukup dan membutuhkan penjualan daring agar bisa berkembang,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Bandar Lampung pada pertengahan pekan lalu.

BACA JUGA: Ingin Main TikTok Bisa Dapat Duit? Ikuti Cara Ini untuk Daftar Affiliate, Mudah dan Sederhana!

Sosialisasi digitalisasi pasar

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, Perumda Pasar Jaya, sebagai pengelola Pasar Tanah Abang pun telah gencar melakukan sosialisasi digitalisasi pasar agar para pedagang bisa adaptif dengan penjualan secara daring.

Tinggalkan Balasan