Sebab, Sri menilai guna kebutuhan perang, pembeliatan alat dan senjata dengan menggunakan dolar. Otomatis, hal itu mendongkrak penguatan dolar.
“Karena itu kan buat beli peralatan banyak dari luar dan menggunakan mata uang dolar. Sehingga, semakin banyak pembelian senjata itu, juga nilai dolar jadi lebih tinggi,” paparnya.
BACA JUGA: Cerita Dina Prasetyawan Geluti Seni Terapan, Berhasil Raih Ribuan Dolar dari Threadless
Lebih lanjut, Sri pun mengungkapkan gejolak ekonomi yang sangat mungkin terjadi akibat pelemahan rupiah. Utamanya, kekhawatiran yang muncul pada sektor industri.
“Itu menyebabkan orang yang akan berusaha di bidang industri itu ragu-ragu. Kalau nanti akhirnya terjadi Perang Dunia ketiga, semoga tidak terjadi, kan pelaku usaha dan industri jadi ragu-ragu,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah juga menyatakan pelemahan rupiah berdampak pada sektor industri. Hal itu sama halnya dengan apa yang Sri Marnyuni sampaikan.
Ketua Apindo Jateng, Franz Kongi, menyebut lemahnya kurs rupiah dapat merugikan pertumbuhan kinerja sektor manufaktur.
“Kalau dolar naik sudah barang tentu sangat berpengaruh terhadap industri kita di dalam negeri. Karena bahan baku kita 80 persen masih kita impor,” katanya saat beritajateng.tv hubungi, Kamis, 18 April 2024 lalu. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi