SEMARANG, beritajateng.tv – Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro (Undip) menggelar diskusi buku bertajuk “Social Media and Politics in Southeast Asia: Membaca Ulang Demokrasi Lewat Media Sosial di Asia Tenggara” di Teater FISIP Undip, Rabu 7 Mei 2025.
Penulis buku ‘Social Media and Politics in Southeast Asia’ sekaligus profesor asal Indonesia yang menjadi Ketua Riset Kanada Bidang Media Digital dan Masyarakat Global, Merlyna Lim, mengungkap hubungan media sosial dengan politik tingkat grassroot atau akar rumput menjadi fokus dalam bukunya.
“Bukunya terutama berusaha membongkar hubungan antara sosial media dan dinamika politik di Asia Tenggara. Saya fokusnya di situ, terutama pada grassroot politik ya. Jadi mobilisasi massa untuk grassroot politik, baik yang regresif maupun juga yang progresif,” ungkap Merlyna usai menghadiri diskusi.
BACA JUGA: Bukan Karena Sendirian, Pengamat Politik Ungkap Alasan Kalahnya Andika-Hendi: PDIP Telat Kampanye
Dalam diskusi itu, Merlyna turut menyoroti masifnya politik algoritma yang mampu melakukan manipulasi pada alat-alat digital, utamanya algoritma di media sosial dan AI sebagai manuver politik.
Hal itu menurutnya bisa memanipulasi opini publik, khususnya masyarakat Asia Tenggara.
“Perilaku algoritma dan bagaimana rakyat termanipulasi secara afektif, rasa, secara emosional, itu adalah dua hal yang utama, yang saya bahas dalam buku tersebut,” terang Merlyna.
Manuver politisi gunakan AI dan medsos saat kampanye, Merlyna sebut politik ‘sundel bolong’
Pemilu Filipina pada 2022 dan Pilpres Indonesia 2024 silam menjadi bahasan dalam diskusi tersebut.
Merlyna menyebut, ada kesamaan pola yang politisi Indonesia dan Filipina gunakan saat kampanye di media sosial.
Ia menyebut pola itu sebagai white branding atau politik ‘sundel bolong’. Apa maknanya?
“Ada manuver yang saya namakan algoritma ‘white branding’ atau istilah Indonesia ‘politik sundel bolong’ gitu ya. Depannya cantik dan seksi, tapi belakangnya bolong,” ucapnya.